Sebuah hikayat Banjar yang diwariskan secara tuttur Lisan ( tutur candi ) yang sampai saat ini masih dipercayai oleh sebagian masyarakat banjar. Orang-orang yang sudah berpikiran modern meaanggap itu hanya sebuah dongeng dan bagi masyarakat awam kejadian yang diluar akal manusia seperti kesurupan dan lain-lain biasa dikaitkan dengan hikayat banjar ini. Tapi berdasarkan prasasti yang satu-satunya ditemukan di Banjarmasin kemudian mahasiswa Sejarah menggali dan menelusuri wilayah-wilayah yang sesuai dengan hikayat banjar maka ditemukanlah candi Agung ( Amuntai ) dan Candi Laras ( Margasari rantau).
Diawali dengan sebuah pelayaran yang dilakukan
oleh Mpu Jatmika dengan Siprabayaksa, dan ia merupakan seorang saudagar dari
negara Keling yang sebelum pergi diwasiati oleh orang tuanya bahwa ia harus
bersinggah di suatu wilayah yang berhawa panas dan akhirnya ia menyinggahi
Amuntai karna dirasa sesuai dengan wasiat tadi. Karna Mpu Jatmika menganggap
dirinya hanya seorang pedagang bukan kesatria maka ia membangun sebuah tempat
untuk tinggal yang sekarang dinamakan “ Candi Agung”. Dan untuk melambangkan
dirinya sebagai raja maka ia membuat sebuah patung replika dirinya yang
pembuatnya langsung didatangkan dari Cina.
Di ketahui Mpu
Jatmika mempunyai dua orang Anak yaitu Mpu Mandastana dan Lembu Amangkurat (
Lambung Mangkurat ), dan kemudian Lambung Mangkurat dijadikan Patih pada saat
itu. pada suatu saat Lambung Mangkurat berpikir bahwa tidak lengkap kalau
kerajaan Dipa tidak mempunyai seorang raja. Karena itu ia bertapa di daerah Ulu
Banyu ( Nagara) selama 40 hari 40 malam dan pada malam terkhir pertapaannya
sebuah petunjuk datang melalui sebuah suara yang mengatakan “ ia harus
menyediakan 40 jenis makanan dan 40 jenis kue beserta iringan dayang-dayang”
yang berpakaian serba kuning melambangkan kemewahan pada kerajaan Dipa pada
saat itu, setelah itu Lambung Mangkurat kembali ke istana untuk menyediakan
semuanya. Setelah semua sesaji dan dayang-dayang sudah disiapkan di tempat ia
bertapa dan ritual dilasanakan tdak lama kemudian muncul buih yang memunculkan
seorang putri yang akhirnya dijadikan raja perempuan di kerajaan Dipa yan
diberi nama Putri Junjung Buih.
Mpu Mandastana yang merupakan saudara Lambung
Mangkurat mempunyai dua orang anak yaitu Bambang Patmaraga dan Bambang
Sukmaraga. Mereka ternyata tertarik dengan putri Junjung Buih yang terkenal
cantik Luar biasa yang keanggunannya tidak dapat ditandingi oleh siapapun.
Karna merasa kedua putra Mpu Mandastana ini tidak sesuai untuk sang putri maka
Lambung Mangkurat membunuh kedunya di sebuah danau sekitar kerajaan sehingga
sekarang disebut “ lubuk Badangsanak atau danau berdarah” yang bisa kita lihat
sampai sekarang di Candi Agung Amuntai.
Sebuah Wangsit yang mengatakan bahwa jodoh putri
Junjung Buih berada di seberang lautan yaitu di kerajaan Majapahit. Maka
diutuslah seorang pengawal ke Majapahit namun sesampainya disana Maha Raja
Patih Majapahit mengatakan ia memiliki anak tapi tidak sempurna yang tidak
mempunyai tangan dan kaki, orang menyebutnya raja Bulat Bulaling. Walaupun
seperti itu seorang utusan tadi tetap meminta untuk putra Maha Raja Patih tetap
di bawa karna ingin melaksanakan wangsit yang didapat.
Sesampainya di Muara Banjar, Putri Junjung Buih
mendapat kabar bahwa calon suaminya hampir tiba di tanah Banjar. Tapi sang
putri ingin mempunyai suami yang sakti dan gagah perkasa agar tidak kalah
dengan kesaktiannya. Maka putri Junjung Buih mengutus Naga di Langit untuk
menghalau air agar kapal mandek di tengah lautan. Para pengawal pun bingung apa
yang harus dilakukan samapi akhirnya mereka bertanya kepada Pangeran Bulat
Bulaling dan kemudian ia mengatakan bahwa lemparkan saja dirinya ke air.
Pengawal pun menurutinya, setelah lama di air lalu muncul seorang Pangeran yang
gagah perkasa yang disebut “ Pangeran Suryanata “. Akhirnya Putri Junjung Buih
mengakui kesaktian sang Pangeran dan bersedia untuk dijadikan istri.
Melalui Hikayat ini pula banyak tempat-tempat
sepeti lapangan, nama jalan atupun tempat-tempat umum lain nya di beri nama
seperti nama raja dan putri Nagara Daha. Artinya hikayat ini tidak berakhir
sebagai dongeng atau legenda semata. Tapi terserah para pembaca aja bagaimana
menanggapi. Cerita ini saya ketahui lebih dalam saat matakuliah Sejarah Lokal
hari ini. Dan tunggu aja cerita tentang Kerajaan NagarA Daha…………….
Tidak ada komentar:
Posting Komentar